A. PENGERTIAN PENGUKURAN KINERJA
Maksud dilakukannya pengukuran kinerja sektor
publik antara lain:
1. Membantu memperbaiki
kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada tujuan dan sasaran program unit
kerja yangn pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas
organisasi sektor publik dalam memberikan layanan kepada masyarakat.
2. Ukuran kinerja sektor
publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
3. Untuk mewujudkan
tanggung jawab publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Selain itu, pihak legislatif menggunakan ukuran
kinerja ini untuk menentukan kelayakan biaya pelayanan (cost of service)
yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa publik karena mereka tidak mau
selalu ditarik pungutan tanpa adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dari
pelayanan yang diterima tersebut.
Kinerja sektor publik bersifat multidimensional,
sehingga tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan
kinerja secara komprehensif. Berbeda dengan sektor swasta, karena sifat output
yang dihasilkan sektor publik lebih banyak bersifat intangible output,
maka ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sektor publik.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan ukuran kerja non-finansial.
B. TUJUAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA
Tujuan sistem pengukuran kinerja antara lain:
1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down
and bottom up).
2. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara
berimbang sehingga dapat ditelusur berkembangan pencapaian strateginya.
3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah
dan bawah serta motivasi untuk mencapai good congruence.
4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan
individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
C. MANFAAT PENGUKURAN KINERJA
Berikut ini adalah manfaat dari pengukuran kinerja:
1. Memberikan pemahaman
mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen
2. Memberikan arah untuk
mencapai target kinerja yang ditetapkan.
3. Untuk memonitor dan
mengawasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta
melakukan tindakan kolektif untuk memperbaiki kinerja.
4. Sebagai dasar untuk
memberikan penghargaan dan hukuman (reward and punishment).
5. Sebagai alat komunikasi
antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.
6. Membantu
mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
7. Membantu memahami
kegiatan instansi pemerintah.
8. Memastikan bahwa
pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
D. PRINSIP-PRINSIP
PEMILIHAN UKURAN KINERJA
Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam memilih ukuran-ukuran kinerja instansi yang sesuai dengan
skema indikator:
Evaluasi kembali
ukuran yang ada
|
Informasi kinerja
tetap dibutuhkan oleh manajemen. Apabila skema indikator kinerja sudah tidak
berfungsi, maka manajemen akan mengembangkan skema baru.
|
Mengukur kegiatan yang
penting, tidak hanya hasil
|
Kinerja selalu
berorientasi hasil. Ukuran hasil sering diformulasikan dalam rasio keuangan.
Pencapaian hasil akan menunjukkan adanya permasalahan. Hasil tersebut tidak
akan menunjukkan diagnosis hasil.
|
Pengukuran harus
mendorong tim kerja yang akan mencapai tujuan
|
Pembagian proses
pengukuran menciptakan lingkungan tim kerja yang aktivitasnya diarahkan pada
pencapaian tujuan organisasi.
|
Pengukuran harus
merupakan perangkat yang terintegrasi, seimbang dalam penerapannya
|
Agar efektif, sistem
pengukuran harus diciptakan sebagai perangkat terintegrasi yang diperoleh
dari strategi perusahaan. Sebagian besar perusahaan berusaha meminimalkan
biaya, meningkatkan kualitas, mengurangi waktu pelaksanaan produksi dan
menciptakan pengembalian investasi yang wajar.
|
Pengukuran harus
memiliki fokus eksternal jika memungkinkan
|
Ukuran internal yang
umum dipakai dalam sebuah organisasi perbandingan kinerja dari tahun ke
tahun. Suatu perbandingan tertentu dapat dilakukan ke tingkatan mikro:
divisi, departemen, kelompok, bahkan individu.
|
E. SKALA PENGUKURAN
Skala pengukuran dapat dibedakan menjadi empat,
yaitu:
a. Skala Nominal
Skala nominal merupakan skala pengukuran yang paling rendah
tingkatannya karena denga skala ini obyek pengukuran hanya dapat dikelompokkan
berdasarkan ciri-ciri yang sama, yang berbeda dengan kelompok lain.
Kelompok-kelompok atau golongan tidak dibedakan berdasarkan tingkatan, karena
kelompok yang satu tidak dapat dikatakan lebih rendah atau lebih tinggi
tingkatannya dari pada kelompok yang lain, tetapi hanya sekedar berbeda.
b. Skala Ordinal
Skala ini lebih tinggi tingkatannya atau lebih baik dari pada
skala nominal karena selain memiliki ciri-ciri yang sama dengan skala nominal,
yaitu dapat mengolongkan obyek dalam golongan yang berbeda, skala ordinal juga
mempunyai kelebihan dari skala nominal, yaitu bahwa golongan-golongan atau
klasifikasi dalam skala ordinal ini dapat dibedakan tingkatannya. Ini berarti
bahwa suatu golongan dapat dikatakan lebih tinggi atau lebih rendah dari pada
golongan yang lain.
c. Skala Interval
Skala interval memiliki kelebihan yaitu mempunyai unit pengukuran
yang sama, sehingga jarak antara satu titik dengan titik yang lain, atau antara
satu golongan dengan golongan yang lain dapat diketahui.
d. Skala rasio
Skala rasio merupakan skala yang paling tinggi tingkatannya karena
skala ini mempunyai ciri-ciri yang dimiliki oleh semua skala di bawahnya. Skala
rasio memiliki titik nol yang sebenarnya yang berarti bahwa apabila suatu obyek
diukur dengan skala rasio dan berada pada titik nol, maka gejala atau sifat
yang diukur benar-benar tidak ada.
F. SIKLUS PENGUKURAN KINERJA
Pengukuran kinerja dilakukan dengan melalui lima tahapan berikut
ini:
1. Perencanaan strategi: siklus pengukuran kinerja
dimulai dengan proses penskemaan strategi, yang berkenaan dengan penetapan
visi, misi, tujuan dan sasaran, kebijakan, program operasional san
kegiatan/aktivitas.
2. Penciptaan indikator kinerja: penciptaan
indikator kinerja dilakukan setelah perumusan strategi. Indikator yang mudah
adalah untuk aktivitas yang dapat dihitung, contohnya adalah jumlah klaim yang
diproses.
3. Mengembangkan sistem pengukuran kinerja: tahap
ini terdiri dari tiga langkah, yaitu: pertama, meyakinkan keberadaan data yang
diperlukan dalam siklus pengukuran kinerja. Kedua, mengukur kinerja dengan data
yang tersedia dan data yang dikumpulkan. Ketiga, penggunaan data pengukuran
yang dihimpun, harus dipresentasikan dalam cara-cara yang dapat dimengerti dan
bermanfaat.
4. Penyempurnaan ukuran: pada tahap ini dilakukan
pemikiran kembali atas indikator hasil (outcomes) dan indikator dampak (impacts)
menjadi lebih penting dibandingkan dengan pemikiran kembali atas indikator
masukan (inputs) dan keluaran (outputs).
5. Pengintegrasian dengan proses manajemen:
bagaimana menggunakan ukuran kinerja tersedian secara efektif merupakan
tantangan selanjutnya. Penggunaan data organisasi dapat dijadikan alat untuk
memotivasi tindakan dalam organisasi.
G. INFORMASI YANG DIGUNAKAN
UNTUK PENGUKURAN KINERJA
a. Informasi Finansial
Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada
anggaran yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisis
varians (selisih atau perbedaan) antara kinerja aktual dengan anggaran yang
dianggarkan.
Analisis varians secara garis besar berfokus pada :
1. Varians pendapatan (revenue varians)
Varians pendapatan adalah semua penerimaan
dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan.
2. Varians pengeluaran (expenditure variance)
ü Varians belanja rutin
Anggaran belanja rutin adalah anggaran yang
disediakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang
sifatnya lancar dan terus menerus yang dimaksudkan untuk menjaga
kelemahan roda pemerintahan dan memelihara hasil-hasil pembangunan.
ü Varians belanja investasi/modal (recurrent expenditure
variance)
Belanja investasi/modal adalah pengeluaran yang manfaatnya
cenderung melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaanpemerintah, dan selanjutnya akan menambah anggaran rutin
untuk biaya operasional dan pemeliharaan.
Setelah dilakukan analisis varians maka tahap selanjutnya
dilakukan identifikasi sumber penyebab terjadinya varians dengan menelusur varians
tersebut hingga level manajemen paling bawah.
b. Informasi Nonfinansial
Informasi nonfinansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas
proses pengendalian manajemen. Teknik pengukuran kinerja yang komprehensif dan
banyak dikembangkan oleh berbagai organisasi dewasa ini adalah Balanced
Scorecard. Metode Balanced Scorecard merupakan pengukuran
kinerja organisasi berdasarkan aspek finansial dan juga aspek
nonfinasial. Balanced Scorecard dinilai cocok untuk
organisasi sektor publik karena Balanced Scorecard tidak hanya
menekankan pada aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan
nonfinansial. Hal tersebut sejalan dengan sektor publik yang menempatkan laba
bukan hanya sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang cenderung bersifat
kualitatif dan nonkeuangan (Mahmudi, 2007). Pengukuran dengan metode ini
melibatkan empat aspek, antara lain :
1.Perspektif finansial (financial perspective)
Perspektif finansial menjadi perhatian dalam balanced
scorecard karena ukuran keuangan merupakan ikhtisar dari konsekuensi
ekonomi yang terjadi yang disebabkan oleh pengambilan keputusan. Aspek keuangan
menunjukkan apakah perencanaan, implementasi dan pelaksanaan dari strategi
memberikan perbaikan yang mendasar. Pengukuran kinerja keuangan mempertimbangkan
adanya tahapan dari siklus kehidupan bisnis, yaitu:
ü Growth (bertumbuh) : tahapan awal siklus kehidupan perusahaan
dimana perusahaan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Disini manajemen
terikat dengan komitmen untuk mengembangkan suatu produk/jasa dan fasilitas
produksi, menambah kemampuan operasi, mengembangkan sistem, infrastruktur dan
jaringan distribusi yang akan mendukung hubungan global, serta membina dan
mengembangkan hubungan dengan pelanggan.
ü Sustain (bertahan) : tahapan kedua dimana perusahaan masih melakukan
investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik.
Pada tahap ini, perusahaan mencoba mempertahankan pangsa pasar yang ada, bahkan
mengembangkannya jika memungkinkan.
ü Harvest (menuai) : Tahapan ketiga dimana perusahaan benar-benar
menuai hasil investasi ditahap-tahap sebelumnya. Tidak ada lagi investasi
besar, baik ekspansi pembangunan kemampuan baru, kecuali pengeluaran untuk
pemeliharaan dan perbaikan.
2.Perspektif kepuasan pelanggan (customer
perspective)
Dalam perspektif ini perhatian perusahaan harus ditujukan pada
kemampuan internal untuk peningkatan kinerja produk, inovasi dan teknologi
dengan memahami selera pasar. Dalam perspektif ini peran riset pasar sangat
besar. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu:
ü Core measurement group, yang memiliki beberapa komponen pengukuran,
yaitu:
· Pangsa Pasar (market share): pangsa pasar ini menggambarkan
proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu. Hal itu
diungkapkan dalam bentuk jumlah pelanggan uang yang dibelanjakan atau volume
satuan yang terjual.
· Retensi Pelanggan (Customer Retention) :
menunjukkan tingkat dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan
pelanggan. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya presentase
pertumbuhan bisnis dengan pelanggan yang asa saat ini.
· Akuisisi Pelanggan (Customer Acquisition) : pengukuran ini
menunjukkan tingkat dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru
memenangkan bisnis baru. Akuisisi ini dapat diukur dengan membandingkan
banyaknya jumlah pelanggan baru di segmen yang ada.
· Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) : pengukuran ini
berfungsi untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria spesifik
dalam value proportion.
ü Customer Value Proportion yang merupakan pemicu kinerja
yang terdapat pada Core value proportion didasarkan pada
atribut sebagai berikut:
· Product/service attributes yang meliputi fungsi produk atau jasa, harga dan kualitas.
Perusahaan harus mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atas produk
atau jasa yang ditawarkan.
· Customer relationship adalah strategi dimana perusahaan mengadakan pendekatan agar
perasaan pelanggan merasa puas atau produk atau jasa yang ditawarkan
perusahaan.
· Image and reputation membangun image dan reputasi dapat
dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
3. Perspektif efisiensi
proses internal (internal process efficiency)
Dalam hal ini perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama
yaitu:
ü Proses inovasi
Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan, proses
inovasi merupakan salah satu kritikal proses, dimana efisiensi dan efektifitas
serta ketepatan waktu dari proses inovasi ini akan mendorong terjadinya
efisiensi biaya pada proses penciptaan nilai tambah bagi pelanggan. Proses
inovasi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
· Pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat
penelitian dasar dan terapan
· Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.
ü Proses Operasi
Pada proses operasi yang dilakukan oleh masing-masing organisasi
bisnis, lebih menitikberatkan pada efisiensi proses, konsistensi, dan ketepatan
waktu dari barang dan jasa yang diberikan kepada pelanggan.
ü Pelayanan Purna Jual
Tahap terakhir dalam pengukuran proses bisnis internal adalah
dilakukannya pengukuran terhadap pelayanan purna jual kepada pelanggan.
Pengukuran ini menjadi bagian yang cukup penting dalam proses bisnis internal,
karena pelayanan purna jual ini akan berpengaruh terhadap tingkat kepuasan
pelanggan.
4. Perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan (learning and growth perspective).
Kaplan (Kaplan, 1996) mengungkapkan betapa pentingnya suatu
organisasi bisnis untuk terus mempertahankan karyawannya, memantau
kesejahteraan karyawan dan meningkatkan pengetahuan karyawan karena dengan
meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan akan meningkatkan pula kemampuan
karyawan untuk berpartisipasi dalam pencapaian hasil ketiga perspektif diatas
dan tujuan perusahaan. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan organisasi
merupakan faktor pendorong dihasilkannya kinerja yang istimewa dalam tiga
perspektifBalanced Scorecard.
Perspekti/Faktor yang Dinilai Misi atau
Visi
Jenis informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam bentuk
variabel kunci. Variabel kunci adalah variabel yang mengindikasikan
faktor-faktor yang menjadi penyebab kesuksesan organisasi. Karakteristik
variabel kunci, yaitu :
1) Menjelaskan faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi
2) Sangat volatile (mudah berubah) dan dapat berubah
dengan cepat
3) Perubahannya tidak dapat diprediksi
4) Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera
5) Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun
melalui ukuran antara (surrogate). Sebagai contoh kepuasan
masyarakat tidak dapat diukur secara langsung akan tetapi dapat dibuat ukuran
antaranya, misalnya jumlah aduan, tuntutan dan demonstrasi dapat dijadikan
variabel kunci.
Contoh Variabel Kunci
Dinas/Unit Kerja
|
Variabel Kunci
|
Rumah Sakit dan hotel
|
Tingkat hunian kamar
(kamar yang dipakai : jumlah total kamar yang tersedia)
|
Klinik Kesehatan
|
Jumlah pelannggan
(masyarakat) yang dilayani per hari
|
Perusahaan Listrik Negara
|
KWH yang terjual
|
Perusahaan
Telekomunikasi
|
Jumlah pulsa yang
terjual
|
Perusahaan Air Minum
|
Jumlah debit air yang
terjual
|
DLLAJ
|
Jumlah alat angkutan
umum
Paid seats/capacity seats
|
Pekerjaan Umum
|
Panjang jalan yang
dibangun/diperbaiki
Panjang jalan yang
disapu/dibersihkan
|
Kepolisian
|
Jumlah kriminalitas
yang tertangani
Jumlah
kecelakaan/pelanggaran lalu lintas
Jumlah pengaduan
masyarakat yang tertangani
|
DPR/DPRD
|
Jumlah pengaduan dan
tuntutan masyarakat yang tertangani
Jumlah rapat yang
dilakukan
Jumlah undang-undang
atau perda yang dihasilkam
Jumlah peserta rapat
per total anggota
|
Dipenda
|
Jumlah pendapatan yang
terkumpul
|
Agar pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan baik, berikut ini
merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan:
a. Membuat suatu komitmen
untuk mengukur kinerja dan memulainya dengan segera.
Hal yang perlu dilakukan oleh instansi adalah sesegera mungkin
memulai upaya pengukuran kinerja dan tidak perlu mengharap pngukuran kinerja
akan langsung sempurna. Nantinya, perbaikan atas pengukuran kinerja akan
dilakukan.
b. Perlakuan pengukuran
kinerja sebagai suatu proses yang berkelanjutan (on-going process)
c. Pengukuran kinerja
merupakan suatu proses yang bersifat interaktif. Proses ini merupakan suatu
cerminan dari upaya organisasi untuk selalu berupaya memperbaiki kinerja.
d. Sesuaikan proses
pengukuran kinerja dengan organisasi
Organisai harus menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan
besranya organisasi, budaya, visi, tujuan, dan struktur organisasi.
H. PERANAN INDIKATOR
KINERJA DALAM PENGUKURAN KINERJA
Indikator Kinerja digunakan sebagai indikator
pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dapat
berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama organisasi (critical success
factors) dan indikator kinerja kunci (key performance
indicator).
Faktor Keberhasilan Utama adalah suatu area yang
mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area ini
merefleksikan preferensi manajerial dengan memperhatika variabel-variabel kunci
finansial dan non-finansial pada kondisi waktu tertentu.
Indikator Kinerja Kunci merupakan sekumpulan
indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang
bersifat finansial maupun non-finansial untuk melaksanakan operasi
dan kinerja unit bisnis. Indikator ini digunakan oleh manajer untuk mendeteksi
dan memonitor capaian kinerja.
Komponen yang digunakan dalam penentuan indikator kinerja :
a. Biaya pelayanan (cost of service)
Indikator biaya diukur dalam bentuk biaya unit (unit
cost), misalnya biaya per unit pelayanan (panjang jalan yang
diperbaiki, jumlah ton sampah yang terangkut, biaya per siswa). Beberapa
pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan biaya unitnya karenaoutput yang
dihasilkan tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan
yang diberikan. Untuk kondisi tersebut maka dibuat indikator kinerja produksi
misalnya belanja per kapita.
b.Penggunaan (utilization)
Indikator ini membandingkan antara jumlah pelayanan yang
ditawarkan (supply of service)dengan permintaan publik (public
demand). Indikator ini harus mempertimbangkan preferensi publik
sedangkan pengukurannya berupa volume absolut atau presentase tertentu,
misalnya presentase penggunaan kapasitas. Contoh lain yaitu rata-rata jumlah
penumpang per bus yang dioperasikan. Indikator kinerja ini digunakan untuk
mengetahui frekuensi operasi atau kapasitas kendaraan yang digunakan pada
tiap-tiap jalur.
c. Kualitas dan standar
pelayanan (quality and standards)
Indikator ini merupakan indikator yang paling sulit diukur karena
menyangkut pertimbangan yang sifatnya subyektif. Contohnya yaitu perubahan
jumlah komplain masyarakat atas pelayanan tertentu.
d. Cakupan pelayanan (coverage)
Indikator ini perlu dipertimbangkan jika terdapat kebijakan atau
peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan pelayanan dengan
tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan.
e. Kepuasan (satisfaction)
Indikator kepuasan diukur melalui metode jajak pendapat secara
langsung. Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan aspirasi masyarakat (need
assessment)dapat juga digunakan untuk menetapkan indikator kepuasan. Namun,
dapat juga digunakan indikator proksi misalnya jumlah komplain. Pembuatan
indikator kinerja tersebut memerlukan kerjasama antar unit kerja.
Contoh Pengembangan Indikator Kinerja
Dinas/Unit Kerja
|
Indikator Kinerja
|
Rumah Sakit
|
Biaya total rata-rata
rawat jalan per pasien yang masuk
Biaya rata-rata
pelayanan medis dan paramedis per pasien yang masuk
Biaya rata-rata
pelayanan umum (non-klinis) per pasien yang masuk
Penggunaan fasilitas
Rata-rata masa tinggal
pasien di rumah sakit
Jumlah pasien
rata-rata per bed per tahun
Rasio antara pasien
baru dengan pasien lama yang masuk kembali
Proporsi tingkat
hunian
|
Klinik Kesehatan
|
Jumlah pelanggan yang
dilayani per hari per jumlah total penduduk untuk wilayah tertentu
|
Pekerjaan Umum
|
Panjang jalan yang
dibangun atau diperbaiki/total panjang jalan
Panjang jalan yang
disapu atau dibersihkan/total panjang jalan
Kondisi jalan
Keamanan jalan (road
safety)
|
Kepolisian
|
% Jumlah kriminalitas
yang tertangani/Jumlah kriminalitas yang terdeteksi/tercatat
% Penurunan jumlah
kecelakaan atau pelanggaran lalu lintas
% Jumlah pengaduan
masyarakat yang tertangani/Jumlah total pengaduan masyarakat yang masuk
|
DPR/DPRD
|
% Jumlah pengaduan dan
tuntutan masyarakat yang tertangani/Jumlah total aspirasi yang masuk
Jumlah rapat yang
dilakukan per bulan/tahun
Jumlah peraturan yang
dihasilkan per bulan/tahun
% Jumlah peserta rapat
per total anggota
|
Dipenda
|
% Jumlah pendapatan
yang terkumpul/potensi
|
I. INDIKATOR KINERJA DAN PENGUKURAN VALUE
FOR MONEY
Menurut Mahmdi (2005:97) dalam
bukunya Manajemen Kinerja Sektor Publik
menyatakan karakteristik indikator kinerja sebagai berikut :
a. Sederhana dan mudah
dipahami,
b. Dapat diukur,
c. Dapat dikualifikasikan,
misalnya dalam bentuk rasio persentase dan angka,
d. Diakitkan dengan standar
atau target kinerja,
e. Berfokus pada costumer
service, kualitas dan efisiensi,
f. Dikaji secara teratur.
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang
mendasarkan pada tiga elemen utama yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
Value for money merupakan inti dari pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah.
Permasalahan yang sering dihadapi oleh pemerintah dalam melakukan pengukuran
kinerja adalah sulitnya mengukur output karena output yang
dihasilkan tidak selalu berupa output berwujud tetapi lebih banyak berupa intangible
output. Untuk dapat mengukur kinerja pemerintah maka perlu diketahui
indikator-indikator kinerja sebagai dasar penilaian kinerja. Mekanisme yang
diperlukan untuk menentukan indikator kinerja, antara lain :
1) Sistem perencanaan dan pengendalian
Meliputi proses, prosedur, dan struktur yang memberi jaminan bahwa
tujuan organisasi telah dijelaskan dan dikomunikasikan ke seluruh bagian
organisasi dengan menggunakan rantai komando yang jelas yang didasarkan pada
spesifikasi tugas pokok dan fungsi, kewenangan serta tanggungjawab.
2) Spesifikasi dan standarisasi
Kinerja suatu kegiatan, program, dan organisasi diukur dengan
menggunakan spesifikasi teknis secara detail untuk memberikan jaminan bahwa
spesifikasi teknis tersebut dijadikan sebagai standar penilaian.
3) Kompetensi teknis dan profesionalisme
Untuk memberikan jaminan terpenuhinya spesifikasi teknis dan
standarisasi yang ditetapkan maka diperlukan personel yang memiliki kompetensi
teknis dan professional dalam bekerja.
4) Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar
Mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian penghargaan dan
hukuman (reward and punishment) yang bersifat finansial,
sedangkan mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber daya yang menjamin
terpenuhinya value for money. Ukuran kinerja digunakan sebagai
dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (alat pembinaan).
5) Mekanisme sumber daya manusia
Pemerintah perlu menggunakan beberapa mekanisme untuk memotivasi
stafnya untuk memperbaiki kinerja personal dan organisasi.
Peran indikator kinerja bagi pemerintah antara lain :
a. Untuk membantu memperjelas tujuan organisasi
b. Untuk mengevaluasi target akhir (final outcome) yang
dihasilkan
c. Sebagai masukan untuk menentukan skema insensif
manajerial
d. Memungkinkan bagi pemakai jasa layanan pemerintah untuk melakukan
pilihan
e. Untuk menunjukkan standar kinerja
f. Untuk menunjukkan efektivitas
g. Untuk membantu menentukan aktivitas yang memiliki efektivitas
biaya yang paling baik untuk mencapai target sasaran
h. Untuk menunjukkan wilayah, bagian, atau proses yang masih
potensial untuk dilakukan penghematan biaya.
J. PENGUKURAN VALUE FOR MONEY
Kriteria pokok manajemen
publik didasari atas : ekonomi, efisiensi, efektivitas,
transparansi, dan akuntabilitas publik. Dengan tujuan yang dikehendaki
masyarakat mencakup pertanggungjawaban atas pelaksanaan value for money,
yaitu: ekonomis (hermat cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumberdaya,
efisiensi (berdaya guna) dalam penggunaan sumberdaya, serta efektif (berhasil
guna) dalam arti mencapai tujuan atau sasaran.
Untuk mengukur kinerja organisasi dapat
dilakukan secara obyektif digunakanlah indikator kinerja, yang
idealnya terkait paada efisiensi biaya dan kualitas pelayanan.
K. PENGEMBANGAN
INDIKATOR VALUE FOR MONEY
Peran indikator kinerja adalah untuk menyediakan
informasi sebagai pertimbangan untuk pembuatan keputusan. Indikator value
for money dibagi menjadi dua bagian, yaitu: indikator alokasi biaya
(ekonomi dan efisisensi), dan indikator kualitas pelayanan (Efektifitas).
Indikator kinerja harus dapat dimanfaatkan oleh pihak internal maupun eksternal
dan juga akan membantu pemerintah dalam proses pengambilan keputusan anggaran
dan dalam mengawasi kinerja anggaran.
a. Tiga pokok bahasan dalam indikator value
for money:
· Ekonomi
Ekonomi adalah hubungan antara pasar dan maukan (cost of input).
Dengan kata lain, ekonomi adalah praktik pembelian barang dan jasa input dengan
tingkat kualitas teretentu pada harga terbaik yang dimungkinkan (spending
less).
· Efisiensi
Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitasnya.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output
yang dihasilakn terhadap input yang diguakan (cosh of output), dan dapat
dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai
dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (Spending
well).
· Efektifitas
Pada dasarnya berhubungan erat dengan pencapaian tujuan atau
target kebijakan (hasil guna). Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila
proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely).
Dari uraian diatas value for money sangat
berkaitan. Ekonomi membahas masukan (input), efisiensi membahas masukan
(input) dan keluaran (output), dan efektifitas membahas mengenai
keluaran (output) dan dampak (outcome). Dan hubungan nya dapat
digambarkan sebagai berikut:
b. Indikator efektifitas biaya (Cost-Effectiveness)
Indikator efisiensi dan efektifitas harus
digunakan secara bersama-sama. Karena disatu pihak mungkin pelaksanaanya sudah dilakukan
secara ekonomis dan efisien akan tetapi output yang dihasilkan
tidak sesuai target. Sedang dipihak lain, program dikatakan efektif dalam
mencapai tujuan, tetapi tidak dicapai dengan cara ekonomis dan efisien. Jika
suatu program efektif dan efisien maka program tersebut dikatakan cost-effectivenness.
L. LANGKAH-LANGKAH PENGUKURAN VALUE FOR MONEY
Ø Pengukuran Ekonomi
Pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang
dipergunakan dan merupakan ukuran relatif.
Ø Pengukuran Efisiensi
Efisiensi dapat diukur dengan rasio antara output dengan input.
Rasio efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk absolute tetapi
dalam bentuk relative, karena efisiensi diukur dengan membandingkan keluaran
dan masukan, maka perbaikan efisiensi dapat dilakukan dengan cara:
- Meningkatkan output pada
tingkat input yang sama
- Meningkatkan output dalam
proporsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan input.
- Menurunkan input pada
tingkatan output yang sama.
- Menurunkan input dalam proporsi
yang lebih besar daripada proporsi penurunan output.
Ø Pengukuran Efektifitas
Efektifitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi
mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka
organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif.
Ø Pengukuran Outcome
Outcome adalah dampak
suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat. Outcome lebih
tinggi nilainya daripada output, karena output hanya mengukur
hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap masyarakat, sedangkan outcome mengukur
kualitas output dan dampak yang dihasilkan (Smith, 1996)
Ø Estimasi Indikator Kinerja
Estimasi
dapat dilakukan dengan menggunakan :
a. Kinerja tahun lalu
Digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi indikator kinerja.
Karena merupakan perbandingan bagi unit untuk melihat seberapa besar kinerja
yang telah dilakukan. Disamping itu terdapat time lag antara
aktivitas yang telah dilakukan dengan dampak yang timbul dari aktivitas
tersebut. Dampak yang timbul pada tahun sekarang dapat dirasakan pada tahun
yang akan datang.
b. Expert Judgement
Digunakan karena kinerja tahun lalu yang sangat berpengaruh
terhadap kinerja berikutnya. Teknik ini menggunakan pengetahuan dan pengalaman
dalam mengestimasi indikator kinerja. Expert judgrment digunakan
untuk melakukan estimasi kinerja. Selain itu dari segi biaya juga tidak terlalu
mahal. Tetapi mempunyai kelemahan yaitu sangat tergantung pada pandangan
subyektif para pengambil keputusan. Dampak dari pencapaian kinerja tidak secara
otomatis dapat dikatakan bahwa unit tersebut mengalami peningkatan kinerja.
c. Trend
Digunakan dalam mengestimasi indikator kinerja karena adanya
pengaruh waktu dalam pencapaian kinerja unit kerja.
d. Regresi
Regresi dilakukan untuk menentukan seberapa besar pengaruh
variabel-variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen.
Ø Pertimbangan dalam Membuat Indikator Kinerja
Langkah awal dalam membuat indikator kinerja
ekonomi, efisiensi, dan efektivitas adalah memahami operasi dalam menganalisis
kegiatan dan program yang akan dilaksanakan. Terdapat dua jenis kebijakan
yaitu input dan proses yang mempunyai tujuan untuk mengatur
alokasi sumber daya input untuk dikonversi menjadi output melalui
satu atau beberapa proses konversi atau operasi.
Hasil kebijakan ada tiga jenis, yaitu : output,
akibat, dampak, dan distribusi manfaat. Output yang diproduksi
diharapkan akan memberikan sejumlah akibat dan dampak yang positif tehadap
tujuan program. Hal ini disebut dengan outcomeprogram.
Apabila ukuran outcome tidak
bersedia dan ukuran efektivitas suatu program yang dapat dikuantifikasi tidak
dapat ditentukan, maka perlu dikembangkan ukuran kinerja antara. Karena ukuran
kinerja pengganti tidak dapat mengukur secara tepat dalam pencapaian program.
Terlalu banyak perhatian terhadap ukuran pengganti tersebut dapat menyebabkan
perilaku disfungsional pada manajer dan pengambilan keputusan.
Contoh indikator kinerja di Perguruan Tinggi
Pertimbangan Input
|
|
Input Mahasiswa
|
- Latar belakang sosial ekonomi
- Latar belakang budaya
|
Sumber Daya
|
- Jumlah dosen
- Fasilitas
|
Indikator Proses
|
|
Staf
|
- Kualitas dosen
- Tingkat perpindahan dosen
|
Perkuliahan
|
- Frekuensi temu kelas dan konsultasi
- Rasio dosen
|
Kurikulum
|
- Mata kuliah utama
- Mata kuliah pilihan
|
Daya Dukung Pendidikan
|
- Forum-forum ilmiah
- Saran olahraga
|
Organisasi
|
- Manajemen perguruan tinggi
- Organisasi mahasiswa
|
Mutually
|
- Tingkat ekspektasi dosen
- Tingkat tanggung jawab mahasiswa
|
Indikator Output
|
|
Mahsiswa
|
- Sikap dan perilaku masasiswa
- Tingkat kehadiran dan ketidak hadiran
|
Dosen
|
- Tingkat kehadiran dan ketidakhadiran
- Keterlambatan
|
DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor
Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta:
Penerbit Andi.
0 komentar:
Posting Komentar